Selasa, 13 Mei 2008
Konsep Managed Care (JPKM) dalam Askes Medan Sehat
Jumat, 09 Mei 2008
Penyakit Akibat Kerja
Pencegahan dapat dimulai dengan pengendalian secermat mungkin pengganggu kerja dan kesehatannya. Gangguan ini terdiri dari (Silalahi B.N.B dan Silalahi R.B., 1985):
- Beban kerja (ringan/sedang/berat atau fisik/mental/sosial).
- Beban tambahan oleh faktor-faktor lingkungan kerja seperti faktor fisik, kimia, biologis, dan psikologis.
- Kapasitas kerja atau kualitas pekerja itu sendiri yang mencakup kemahiran, umur, daya tahan tubuh, jenis kelamin, gizi, ukuran tubuh, dan motivasi kerja.
Kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga komponen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang baik dan optimal. Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seorang pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan baik.
Kondisi atau tingkat kesehatan pekerja sebagai (modal) awal seseorang untuk melakukan pekerjaan harus pula mendapat perhatian. Kondisi awal seseorang untuk bekerja dapat depengaruhi oleh kondisi tempat kerja, gizi kerja dan lain-lain. Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Akibat beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Kondisi lingkungan kerja (misalnya panas, bising debu, zat-zat kimia dan lain-lain) dapat merupakan beban tambahan terhadap pekerja. Beban-beban tambahan tersebut secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau penyakit akibat kerja.
Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor yang berhubungan dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa status kesehatan masyarakat pekerja dipengaruhi tidak hanya oleh bahaya kesehatan ditempat kerja dan lingkungan kerja tetapi juga oleh faktor-faktor pelayanan kesehatan kerja, perilaku kerja serta faktor lainnya. Penyakit akibat kerja dan atau berhubungan dengan pekerjaan dapat disebabkan oleh pemajanan di lingkungan kerja. Dewasa ini terdapat kesenjangan antara pengetahuan ilmiah tentang bagaimana bahaya-bahaya kesehatan berperan dan usaha-usaha untuk mencegahnya. Untuk mengantisipasi permasalahan ini maka langkah awal yang penting adalah pengenalan/identifikasi bahaya yang bisa timbul dan di Evaluasi, kemudian dilakukan pengendalian. Untuk mengantisipasi dan mengetahui kemungkinan bahaya di lingkungan kerja ditempuh tiga langkah utama, yakni (Depkes, 2006):
- Pengenalan lingkungan kerja.
Pengenalan linkungan kerja ini biasanya dilakukan dengan cara melihat dan mengenal “walk through inspection”, dan ini merupakan langkah dasar yang pertama-tama dilakukan dalam upaya kesehatan kerja. - Evaluasi lingkungan kerja.
Merupakan tahap penilaian karakteristik dan besarnya potensi-potensi bahaya yang mungkin timbul, sehingga bisa untuk menentukan prioritas dalam mengatasi permasalahan. - Pengendalian lingkungan kerja.
Dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan pemajanan terhadap zat/bahan yang berbahaya di lingkungan kerja. Kedua tahapan sebelumnya, pengenalan dan evaluasi, tidak dapat menjamin sebuah lingkungan kerja yang sehat. Jadi hanya dapat dicapai dengan teknologi pengendalian yang adekuat untuk mencegah efek kesehatan yang merugikan di kalangan para pekerja.
Pengendalian dapat dilakukan melalui, yaitu (Depkes, 2006):
1. Pengendalian lingkungan (Environmental Control Measures)
- Disain dan tata letak yang adekuat
- Menghilangan atau pengurangan bahan berbahaya pada sumbernya.
2. Pengendalian perorangan (Personal Control Measures)
Penggunaan alat pelindung perorangan merupakan alternatif lain untuk melindungi pekerja dari bahaya kesehatan. Namun alat pelindung perorangan harus sesuai dan adekuat.
Selain itu pembatasan waktu selama pekerja terpajan terhadap zat tertentu yang berbahaya dapat menurunkan risiko terkenanya bahaya kesehatan di lingkungan kerja. Kebersihan perorangan dan pakaiannya, juga merupakan hal yang penting, terutama untuk para pekerja yang dalam pekerjaannya berhubungan dengan bahan kimia serta partikel lain.
Promosi Kesehatan
Abstrak Penelitian_3
Oleh: Edi Subroto
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan suatu system manajemen yang diterapkan di perusahaan dalam mengendalikan dan menanggulangi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam rangka pengendalikan risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman dan produktif khususnya Pabrik Kelapa Sawit di Sumatera Utara. Studi komperatif ini dilakukan pada tiga Pabrik Kelapa Sawit yang ada di Sumatera Utara yang telah diaudit dan telah mendapat sertifikat bendera emas, perak dan pembinaan. Tujuannya untuk melihat apakah ada perbedaan sebelum dan setelah penerapan SMK3 terhadap kecelakaan kerja dan produktivitas. Hasil pengamatan dan wawancara yang telah dilakukan di perusahaan kemudian dianalisis, diperoleh kesimpulan bahwa dari ketiga sample penelitian yang memiliki perbedaan dalam tingkat penerapan SMK3 ternyata tidak ada perbedaan tingkat kecelakaan kerja baik Frekuensi Rate (FR) maupun Severity Rate (SR) sebelum maupun setelah penerapan, bahkan justru setelah penerapan terjadi peningkatan FR dan SR. Kaitannya dengan produktivitas maka dari hasil perhitungan yang dilakukan terhadap ketiga sample PKS sesuai dengan tingkatan dari pada SMK3 yang berbeda pula, terutama pada PKS A yang menerapkan paling baik terjadi peningkatan produktivitas. Sedangkan pada PKS B yang menerapannya lebih buruk dan PKS C yang paling buruk terjadi penurunan produktivitas, dimana pada PKS C penurunan produktivitasnya jauh lebih besar dari pada PKS B antara sebelum dan setelah penerapan. Disarankan agar pengusaha dan pengurus harus tetap menunjukkan komitmen yang kuat terhadap K3 secara berkelanjutan, pemerintah melalui departemen/dinas tenaga kerja harus melakukan pengawasan dan pembinaan ke perusahaan serta diterapkannya manajemen kendali rugi.
Kata Kunci: Sistem Manajemen K3, Kecelakaan Kerja, Produktivitas
Abstrak Penelitian_2
Penyakit akibat kerja dapat timbul setelah seorang pekerja yang tadinya terbukti sehat memulai pekerjaanya menjadi sakit selama dan setelah bekerja. Penyakit akibat kerja dapat disebabkan oleh pemajanan di lingkungan kerja, pekerjaan yang berisiko, dan perilaku pekerja yang buruk.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ceramah dan brosur terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap dalam pencegahan penyakit akibat kerja di Perusahaan Meubel PT. Yunesia Tanjung Morawa. Jenis penelitian adalah kuasi eksperimental dengan rancangan non equivalent control group design dengan pretest-postest dimana rancangan ini tidak ada kelompok pembanding (kontrol). Populasi adalah semua pekerja pada bagian produksi di perusahaan Meubel PT. Yunesia Tanjung Morawa yang berjumlah 56 orang, dengan sampel sebanyak 30 orang berdasarkan purposive sampling. Analisis menggunakan Paired Sample T-Test.
Berdasarkan hasil analisis pengetahuan diperoleh t hitung adalah -21,980 dengan probabilitas (p) = 0,000 (p<0,05).
Abstrak Penelitian_1
Berdasarkan hasil analisis untuk pengetahuan diperoleh t hitung yang diperoleh adalah -8,110 dengan probabilitas (p) = 0,000 (p<0,05),>
Kamis, 08 Mei 2008
Puskesmas
Oleh : Edi Subroto, SKM, M.Kes
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Jika ditinjau dari system pelayanan kesehatan di Indonesia, maka peranan dan kedudukan Puskesmas adalah ujung tombak sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Ini disebabkan karena peranan dan kedudukan Puskesmas di Indonesia adalah amat unik. Sebagai sarana pelayanan kesehatan terdepan di Indonesia, maka Puskesmas selain bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan masyarakat, juga bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pelayanan kedokteran. Namun jika dilihat dari arti katanya dapat dipahami bahwa Puskesmas merupakan tempat dimana masyarakat mendapat pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif bagi semua lapisan masyarakat, baik masyarakat miskin, menengah, maupun kaya. Namun kenyataannya apakah demikian? Apakah Puskesmas diminati seluruh masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dasar yang dibutuhkan? Atau hanya segelintir masyarakat saja dengan alasan tarifnya yang relatif murah bahkan gratis (karena kalau mahal mereka tidak mampu membayarnya). Dan seandainya mereka menjadikan Puskesmas sebagai pilihan utama untuk berobat, apakah disebabkan karena pelayanan yang diberikan sudah bermutu sehingga dapat memuaskan masyarakat? Atau mereka tidak memiliki pilihan yang lain untuk berobat kesarana yang mutunya lebih baik dengan kompensasi tarif yang relatif lebih tinggi karena ketidakmampuan untuk membayar dengan tarif tersebut?
Kesehatan Kerja
Oleh
Edi Subroto, SKM, M.Kes
Upaya Kesehatan Kerja menurut Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 23 adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal.
Dalam kondisi perkembangan pembangunan kearah industrialisasi dimana persaingan pasar semakin ketat, sangat diperlukan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Searah dengan hal tersebut kebijakan pembangunan di bidang kesehatan ditujukan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat pekerja.
Masyarakat pekerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan, dimana dengan berkembangnya IPTEK dituntut adanya Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan mempunyai produktivitas yang tinggi hingga mampu meningkatkan kesejahteraan dan daya saing di era globalisasi.
Kesehatan merupakan kekayaan yang tiada ternilai harganya. Manusia akan mampu bekerja dan berprestasi jika memiliki kesehatan. Bagi tenaga kerja, kesehatan merupakan modal utama untuk dapat bekerja dengan baik atau secara produktif. Upaya perlindungan terhadap bahaya-bahaya yang dapat timbul, pencapaian ketentraman dan ketenangan kerja serta cara-cara kerja yang aman merupakan kebutuhan yang amat mendasar. Salah satu upaya ke arah itu adalah memberikan perlindungan terhadap kesehatan tenaga kerja.
Agar peningkatan produktivitas kerja dapat dicapai, pekerjaan harus dilakukan dengan cara dan lingkungan kerja yang memenuhi syarat keselamatan dan kesehatan. Jika persyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka terjadi ketidaknyamanan kerja, penyakit dan kecelakaan akibat kerja. Permasalahan tersebut juga disebabkan oleh ketidakseimbangan antara beban kerja dengan kapasitas atau kemampuan kerja yang dimiliki pekerja. Penyakit dan kecelakaan akibat kerja yang menyebabkan menurunnya daya kerja disebabkan faktor fisik, kimiawi, biologis, fisiologis dan atau mental psikologis yang terdapat dalam pekerjaan dan atau lingkungan kerja. Faktor-faktor tersebut jika tidak dicegah/dikendalikan dapat berakibat terjadinya penyakit dan kecelakaan akibat kerja oleh karena itu faktor-faktor tersebut harus dapat dikendalikan.
A. Pengendalian Melalui Perundang-undangan (Legislative Control) antara lain :
- UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja.
- UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
- UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
- Peraturan Menteri Kesehatan tentang higene dan sanitasi lingkungan.
- Peraturan penggunaan bahan-bahan berbahaya
- Peraturan/persyaratan pembuangan limbah dll.
B. Pengendalian melalui Administrasi/Organisasi (Administrative Control) antara lain :
- Persyaratan penerimaan tenaga medis, para medis, dan tenaga non medis yang meliputi batas umur, jenis kelamin, syarat kesehatan.
- Pengaturan jam kerja, lembur dan shift.
- Menyusun Prosedur Kerja Tetap (Standard Operating Procedure) untuk masing-masing instalasi dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaannya.
- Melaksanakan prosedur keselamatan kerja (safety procedures) terutama untuk pengoperasian alat-alat yang dapat menimbulkan kecelakaan (boiler, alat-alat radiology, dll) dan melakukan pengawasan agar prosedur tersebut dilaksanakan.
Melaksanakan pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan kerja dan mengupayakan pencegahannya.
C. Pengendalian Secara Teknis (Engineering Control) antara lain:
- Substitusi dari bahan kimia, alat kerja atau proses kerja.
- Isolasi dari bahan-bahan kimia, alat kerja, proses kerja dan petugas kesehatan dan non kesehatan (penggunaan alat pelindung).
- Perbaikan sistim ventilasi, dan lain-lain.
D. Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)
Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan mencegah meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan sistem rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment).
Jika upaya pengendalian tersebut dapat dilakukan secara efektif, maka dapat dipastikan pekerja akan dapat bekerja lebih bergairah, sehat, dan selamat sehingga tingkat produktivitas yang optimal dapat tercapai. Namun persoalannya adalah maukah pengusaha melakukan upaya tersebut dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab dalam menerapkan upaya kesehatan kerja? Atau sudahkah pengusaha menyadari bahwa dengan menerapkan upaya kesehatan kerja, akan memberikan keuntungan yang besar bagi pengusaha karena produktivitas dapat ditingkatkan?
Sebenarnya jika kita menyadari betapa besarnya manfaat yang akan dirasakan baik bagi pengusaha, pekerja, maupun masyarakat sekelilingnya, maka tidak ada alasan bagi pengusaha untuk tidak mau menerapkan upaya kesehatan kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Memang saat ini, umumnya pelaksanaan upaya kesehatan kerja di Indonesia masih tersendat-sendat, belum sampai pada tahap menjadi suatu kebutuhan bagi perusahaan/industri, sedangkan di bebarapa negara lainnya yang memiliki industri yang berisiko tinggi atau menerapkan teknologi canggih, manajemen sudah dikelola menyatu dan terpadu dengan kegiatan manajemen keseluruhan di perusahaan.
Suatu hal yang wajar bila pimpinan perusahaan mengharapkan adanya profit yang nyata diperoleh dari penerapan upaya kesehatan kerja tersebut, dan tuntutan semacam ini dapat direalisasikan dalam bentuk:
- Peningkatan efisiensi kerja atau bahkan peningkatan produktivitas kerja (antara lain karena suasana tempat kerja yang nyaman dan aman.
- Mantapnya kehandalan proses produksi (operasional perusahaan menjadi stabil).
- Berdampak psikologis yaitu berupa meningkatnya kepercayaan konsumen atau masyarakat karena perusahaan meraih suatu penghargaan.
Namun kesemuanya itu sepertinya kurang diyakini oleh pihak manajemen perusahaan, sehingga bukan profit yang didapat tetapi justru kerugian yang diterima. Kebanyakan kerugian yang ditimbulkan oleh kecelakaan kerja bermula pada kurang tanggapnya manajemen terhadap risiko dan kerugian. Biasanya untuk menjamin jangan sampai timbul kerugian seperti ini, perusahaan cukup membeli polis asuransi saja. Karugian adalah kerugian, apakah ditutup dengan asuransi atau tidak. Kebijakan seperti ini tidak menjangkau kedalaman pada akar timbulnya kerugian.
Kecelakaan kerja makin hari makin mahal. Kemungkinan terjadinya kecelakaan, sejalan dengan semakin canggihnya peralatan, perlengkapan, dan proses produksi. Itulah sebabnya doktrin kecelakaan dan kesehatan kerja harus bertumpu pada pengendalian kecelakaan kerja dan bukan pada penanggulangan kecelakaan kerja, sehingga sistem kendali manajemen harus mencakup pengendalian kerugian menyeluruh.
Namun kenyataannya, masih banyak pimpinan perusahaan yang melupakan tanggung jawabnya dengan tidak memasukkan upaya kesehatan kerja ke dalam fungsi manajemen. Hal ini disebabkan adanya pandangan bahwa penerapan upaya kesehatan kerja di perusahaan merupakan pengeluaran kedua (investasi kedua) yang tidak memberikan keuntungan (uang) secara langsung atau merupakan suatu kerugian belaka karena mengeluarkan dana yang cukup besar. Tanpa disadari bahwa dengan tidak menerapkan upaya kesehatan kerja justru dapat memberikan kerugian yang besar baik bagi perusahaan, tenaga kerja serta keluarganya dan masyarakat sekitar perusahaan.
Semoga hal ini dapat membuka inspirasi yang bermanfaat bagi semua pihak untuk lebih mengedepankan aspek upaya kesehatan kerja, apalagi jika kita memahami bahwa tenaga kerja memiliki hak untuk memperoleh perlindungan keselamatan dan kesehatan dari berbagai risiko atau kemungkinan yang dapat menimpa dan menggangu tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaannya.