Kamis, 08 Mei 2008

Kesehatan Kerja

UPAYA KESEHATAN KERJA DAN MANFAATNYA

Oleh
Edi Subroto, SKM, M.Kes

Upaya Kesehatan Kerja menurut Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 23 adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal.

Dalam kondisi perkembangan pembangunan kearah industrialisasi dimana persaingan pasar semakin ketat, sangat diperlukan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Searah dengan hal tersebut kebijakan pembangunan di bidang kesehatan ditujukan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat pekerja.

Masyarakat pekerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan, dimana dengan berkembangnya IPTEK dituntut adanya Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan mempunyai produktivitas yang tinggi hingga mampu meningkatkan kesejahteraan dan daya saing di era globalisasi.

Kesehatan merupakan kekayaan yang tiada ternilai harganya. Manusia akan mampu bekerja dan berprestasi jika memiliki kesehatan. Bagi tenaga kerja, kesehatan merupakan modal utama untuk dapat bekerja dengan baik atau secara produktif. Upaya perlindungan terhadap bahaya-bahaya yang dapat timbul, pencapaian ketentraman dan ketenangan kerja serta cara-cara kerja yang aman merupakan kebutuhan yang amat mendasar. Salah satu upaya ke arah itu adalah memberikan perlindungan terhadap kesehatan tenaga kerja.

Agar peningkatan produktivitas kerja dapat dicapai, pekerjaan harus dilakukan dengan cara dan lingkungan kerja yang memenuhi syarat keselamatan dan kesehatan. Jika persyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka terjadi ketidaknyamanan kerja, penyakit dan kecelakaan akibat kerja. Permasalahan tersebut juga disebabkan oleh ketidakseimbangan antara beban kerja dengan kapasitas atau kemampuan kerja yang dimiliki pekerja. Penyakit dan kecelakaan akibat kerja yang menyebabkan menurunnya daya kerja disebabkan faktor fisik, kimiawi, biologis, fisiologis dan atau mental psikologis yang terdapat dalam pekerjaan dan atau lingkungan kerja. Faktor-faktor tersebut jika tidak dicegah/dikendalikan dapat berakibat terjadinya penyakit dan kecelakaan akibat kerja oleh karena itu faktor-faktor tersebut harus dapat dikendalikan.
Ada beberapa upaya pengendalian yang dapat dilakukan agar pekerja dapat terhindar dari penyakit dan kecelakaan akibat kerja yaitu:

A. Pengendalian Melalui Perundang-undangan (Legislative Control) antara lain :
  • UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja.
  • UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
  • UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
  • Peraturan Menteri Kesehatan tentang higene dan sanitasi lingkungan.
  • Peraturan penggunaan bahan-bahan berbahaya
  • Peraturan/persyaratan pembuangan limbah dll.

B. Pengendalian melalui Administrasi/Organisasi (Administrative Control) antara lain :

  • Persyaratan penerimaan tenaga medis, para medis, dan tenaga non medis yang meliputi batas umur, jenis kelamin, syarat kesehatan.
  • Pengaturan jam kerja, lembur dan shift.
  • Menyusun Prosedur Kerja Tetap (Standard Operating Procedure) untuk masing-masing instalasi dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaannya.
  • Melaksanakan prosedur keselamatan kerja (safety procedures) terutama untuk pengoperasian alat-alat yang dapat menimbulkan kecelakaan (boiler, alat-alat radiology, dll) dan melakukan pengawasan agar prosedur tersebut dilaksanakan.

Melaksanakan pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan kerja dan mengupayakan pencegahannya.

C. Pengendalian Secara Teknis (Engineering Control) antara lain:

  • Substitusi dari bahan kimia, alat kerja atau proses kerja.
  • Isolasi dari bahan-bahan kimia, alat kerja, proses kerja dan petugas kesehatan dan non kesehatan (penggunaan alat pelindung).
  • Perbaikan sistim ventilasi, dan lain-lain.

D. Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)
Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan mencegah meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan sistem rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment).


Jika upaya pengendalian tersebut dapat dilakukan secara efektif, maka dapat dipastikan pekerja akan dapat bekerja lebih bergairah, sehat, dan selamat sehingga tingkat produktivitas yang optimal dapat tercapai. Namun persoalannya adalah maukah pengusaha melakukan upaya tersebut dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab dalam menerapkan upaya kesehatan kerja? Atau sudahkah pengusaha menyadari bahwa dengan menerapkan upaya kesehatan kerja, akan memberikan keuntungan yang besar bagi pengusaha karena produktivitas dapat ditingkatkan?

Sebenarnya jika kita menyadari betapa besarnya manfaat yang akan dirasakan baik bagi pengusaha, pekerja, maupun masyarakat sekelilingnya, maka tidak ada alasan bagi pengusaha untuk tidak mau menerapkan upaya kesehatan kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Memang saat ini, umumnya pelaksanaan upaya kesehatan kerja di Indonesia masih tersendat-sendat, belum sampai pada tahap menjadi suatu kebutuhan bagi perusahaan/industri, sedangkan di bebarapa negara lainnya yang memiliki industri yang berisiko tinggi atau menerapkan teknologi canggih, manajemen sudah dikelola menyatu dan terpadu dengan kegiatan manajemen keseluruhan di perusahaan.

Suatu hal yang wajar bila pimpinan perusahaan mengharapkan adanya profit yang nyata diperoleh dari penerapan upaya kesehatan kerja tersebut, dan tuntutan semacam ini dapat direalisasikan dalam bentuk:

  • Peningkatan efisiensi kerja atau bahkan peningkatan produktivitas kerja (antara lain karena suasana tempat kerja yang nyaman dan aman.
  • Mantapnya kehandalan proses produksi (operasional perusahaan menjadi stabil).
  • Berdampak psikologis yaitu berupa meningkatnya kepercayaan konsumen atau masyarakat karena perusahaan meraih suatu penghargaan.

Namun kesemuanya itu sepertinya kurang diyakini oleh pihak manajemen perusahaan, sehingga bukan profit yang didapat tetapi justru kerugian yang diterima. Kebanyakan kerugian yang ditimbulkan oleh kecelakaan kerja bermula pada kurang tanggapnya manajemen terhadap risiko dan kerugian. Biasanya untuk menjamin jangan sampai timbul kerugian seperti ini, perusahaan cukup membeli polis asuransi saja. Karugian adalah kerugian, apakah ditutup dengan asuransi atau tidak. Kebijakan seperti ini tidak menjangkau kedalaman pada akar timbulnya kerugian.
Kecelakaan kerja makin hari makin mahal. Kemungkinan terjadinya kecelakaan, sejalan dengan semakin canggihnya peralatan, perlengkapan, dan proses produksi. Itulah sebabnya doktrin kecelakaan dan kesehatan kerja harus bertumpu pada pengendalian kecelakaan kerja dan bukan pada penanggulangan kecelakaan kerja, sehingga sistem kendali manajemen harus mencakup pengendalian kerugian menyeluruh.

Namun kenyataannya, masih banyak pimpinan perusahaan yang melupakan tanggung jawabnya dengan tidak memasukkan upaya kesehatan kerja ke dalam fungsi manajemen. Hal ini disebabkan adanya pandangan bahwa penerapan upaya kesehatan kerja di perusahaan merupakan pengeluaran kedua (investasi kedua) yang tidak memberikan keuntungan (uang) secara langsung atau merupakan suatu kerugian belaka karena mengeluarkan dana yang cukup besar. Tanpa disadari bahwa dengan tidak menerapkan upaya kesehatan kerja justru dapat memberikan kerugian yang besar baik bagi perusahaan, tenaga kerja serta keluarganya dan masyarakat sekitar perusahaan.

Semoga hal ini dapat membuka inspirasi yang bermanfaat bagi semua pihak untuk lebih mengedepankan aspek upaya kesehatan kerja, apalagi jika kita memahami bahwa tenaga kerja memiliki hak untuk memperoleh perlindungan keselamatan dan kesehatan dari berbagai risiko atau kemungkinan yang dapat menimpa dan menggangu tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaannya.

Tidak ada komentar: